Seperti hari-hari sebelumnya setiap pagi aku menunggumu di gerbang sekolah
ini.Aku sadari murid-muridku berharap sesampai digerbang sekolah ada yang
menunggu dengan secercah senyuman yang
menyambut kedatangannya.Aku sudah terbiasa digerbang sekolah itu , dengan ramah
menyambut setiap siswa yang datang dan menyapa mereka dengan tulus menurutku.
Dengan senyum itu seolah-olah telah
terbayar lelah para siswa yang sebelumnya bersiap-siap berkejaran dengan waktu
dari rumah sampai ke sekolah. Kehadiranku sebagai penunggu gerbang itu,
memberikan pengaruh yang besar secara psikologis bagi muridku,bahwa usaha
mereka sejak malam hari belajar dan mempersiapkan jadwal pelajaran kemudian
bangun pagi-pagi mandi, makan dan sebagainya, terbayar sudah.
Hiruk pikuk kendaraan siswa maupun orang tua siswa pengantar anaknya seolah
olah tidak memberikan kesempatan penggunajalan lain untuk melintasnya.Satu persatu
orang tua datang seraya tersenyum tulus menyapaku.Ada yang turun menanyakan
kabarku,ada yang sekedar menundukan badanya menyapaku.Dalam hitungan hari aku
hampir hafal dan mengenali wajah-wajah dan pribadinya.Mereka adalah
pejuang-pejuang generasi tangguh yang tidak kenal lelah dan putus asa merajut
masa depan putra putrinya.
Suatu waktu aku dikejutkan dengan kehadiran seseorang yang membuatku tarik
nafas panjang.Orang itu tetap duduk diatas sepeda motornya dan sesekali
memandangiku dengan tatapan yang tidak pernah aku dapatkan dari pengantar yang
lain.Pakaian celana pendek ,kaos sinlet rambut terlihat tidak terawat,dan
lengannya bertato.Hampir setengah jam ia mematung diatas sepeda motornya sambil
memandangiku.Tiba tiba ia turun dari sepeda motornya berjalan
mendekatiku.Semakin dekat semakin keras detak jantung,keras,dan mengeras.”Mohon
maaf pak Kepala,bolehkah saya minta tolong?”,sapanya dengan posisi badan
menunduk dan kedua tangan disilangkan seolah olah memberikan penghormatan
kepadaku.Jantungku masih berdetak keras karena aku belum bisa
mempercayainya.”Bisa-bisa,apa yang bisa saya bantu?”,jawabku gugup.”Begini
kemarin saya dengar anakku Rani disuruh bawa sapu oleh wali kelasnya,tapi rani
lupa membawanya,jadi saya minta tolong untuk memberikan sapu ini kepada
Rani”,lanjutnya sambil menyerahkan sebatang sapu lidi yang hampir ompong.Setelah
sapu lidi itu diserahkan kepadaku ia pamit dan langsung mengendarai motornya.Sementara
aku masih tertegun memandangi kepergianya.Aku masih belum percaya dengan
kejadian yang baru saja aku alami tadi.
Keesokan harinya orang
tersebut kembali mematung diatas sepeda motor pada posisi kemarin.Kali ini
pandanganya lebih liar kesana sini ,sesekali melihat jam tangan yang ia
kenakan.Aku semakin penasaran sebenarnya siapa orang ini.Seperti kejadian
kemarin ia turun dari motornya mendekat kearahku sambil tangan dimasukan kesaku
celana pendeknya.”Pak Kepala sekali lagi saya minta tolong untuk memberikan
uang saku Rani”,sapanya sambil tanganya menyodorkan uang kertas 10.000 ribuan
yang tampak lusuh.Kali ini aku baru menyadari ketulusan orang tua Rani yang
benar benar punya kepedulian dan kasih sayang terhadap putrinya.Aku malu pada
diriku sendiri yang selama ini aku merasa telah mencurahkan kasih cinta dan
kasih sayang pada murid-muridku.Namun kasih sayangku tidak bisa melebihi kasih
sayang orang tua terhadap putra-putrinya di sekolahku.
Semoga menginsfirasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar